Thursday, August 9, 2007

Kala Radikal Bebas Gempur Tubuh

======================================================================
Kala Radikal Bebas Gempur Tubuh
Oleh trubus lihat berita aslinya disini
Selasa, 10 Juli 2007 10:35:45 Klik: 157 Kirim-kirim Print version

Di usianya yang ke-79, kini Surita Sutiaty benar-benar menikmati hari tua. Hari-harinya ia habiskan dengan berkumpul bersama anak dan cucu di Jakarta. Delapan belas tahun silam, jangankan bepergian ke ibukota yang terletak ribuan kilometer dari kampung halamannya di Medan, Sumatera Utara. Setiap hari ia hanya merebahkan diri di pembaringan.



Derita itu Surita alami sejak divonis diabetes mellitus oleh dokter salah satu rumahsakit di Medan. Hasil diagnosis menunjukkan, kadar gula darah melambung hingga 500 mg/dl, normal 70-110 mg/dl. Tingginya kadar gula darah menyebabkan Surita pingsan. Oleh sebab itu, dokter menyarankan agar ia dirawat inap.

Dua pekan lamanya Surita dirawat di rumahsakit. Selama perawatan, ibu 3 anak itu memperoleh pengawasan ketat. Ia mesti menjalani diet untuk mengontrol kadar gula darah. Setiap menjelang tidur, perawat menyuntikkan 12 unit insulin ke bagian kanan pinggang Surita. Tujuannya untuk mengontrol kadar gula dalam darah. Sayangnya faedah insulin hanya bertahan 24 jam. Artinya, agar kadar gula darah tetap terkontrol, Surita mesti disuntik ulang setiap hari. Sejak itulah Surita menggantungkan hidup pada seujung jarum.

Tergantung insulin

Lebih dari satu setengah dekade Surita menjalani hidup dengan diabetes mellitus. Selama itu pula insulin menjadi bagian hidupnya. Ia hanya bisa pasrah. 'Saya sadar keadaan saya tidak dapat disembuhkan. Tetapi saya berharap kondisi kesehatan saya tidak memburuk,' ujarnya. Oleh sebab itu, ia rutin memeriksa darah setiap pekan untuk mengontrol kadar gula.

Harapan kesembuhan datang ketika salah seorang rekan menjumpai Surita pada pertengahan 2005. Ia menawarkan suplemen yang mengandung enzim mirip superoksid dismutase (SOD), salah satu enzim antioksidan yang berperan menangkal radikal bebas dalam tubuh. Suplemen itu dikonsumsi 3 kali sehari masing-masing 2 sachet isi 3 g.

Dua bulan berselang, kondisi tubuh Surita mulai membaik. Kadar gula darah mulai menurun pada kisaran 148-154 mg/dl. Ia pun mengurangi dosis insulin yang semula 12 unit per hari menjadi 10 unit. Bulan berikutnya berkurang menjadi 8 unit per hari. Setelah 5 bulan mengkonsumsi, Surita hanya menggunakan 6 unit setiap harinya.

Lantaran merasa kondisi tubuhnya kian membaik, Surita mengurangi konsumsi SOD like processed dietary food-sebutan suplemen itu-menjadi 3 kali sehari masing-masing 1 sachet per hari. Sejak 6 bulan silam, Surita berhenti menyuntik insulin karena kadar gula darah stabil di angka 150 mg/dl.

Kanker

Faedah SOD tak hanya dirasakan Surita. Nun di Yogyakarta, dr Andu Sufyan merasakan khasiat antioksidan itu. Tumor berdiameter 1 cm di lengan kirinya hilang setelah 5 pekan mengkonsumsi SOD.

Tumor di lengan kiri dr Andu mulanya berupa bintil hitam berdiameter sekitar 3 mm. Ia menduga bintil itu hanyalah tahi lalat. Namun, 2 bulan berselang, bintil membesar hingga berdiameter 1 cm dan berair. Sebagai dokter ia tahu betul pembesaran bintil itu gejala melanoma malignant atau kanker kulit.

Salah satu cara untuk mengobatinya yaitu dengan radiasi. Lantaran khawatir berefek buruk, dr Andu enggan memilih cara pengobatan itu. 'Radiasi dapat berefek lemas, pusing, dan mual,' ujarnya. Namun, bila dibiarkan, ia cemas kanker itu bermetastesis atau menyebar dan menyerang organ tubuh lain.

Di tengah kecemasannya Andu teringat seseorang yang memperkenalkan SOD. Beruntung Andu menyimpan nomor telepon kenalannya itu. Meski sempat ragu, ia akhirnya memesan SOD. Suplemen kesehatan itu dikonsumsi 2 kali sehari: pagi ketika bangun tidur dan malam sebelum tidur. Dosis masing-masing 1 sachet isi 3 g.

Baru sepekan mengkonsumsi, bintil yang semula berair mengering dan mengelupas. Empat pekan kemudian bintil itu benar-benar hilang tanpa bekas. Namun, ia tetap mengkonsumsi SOD minimal 1 sachet per hari untuk mencegah sel kanker kembali menyerang.

Keampuhan SOD mengatasi kanker juga dirasakan Rahmat Hidayat di Padang, Sumatera Barat. Pada September 2006, pria 18 tahun itu divonis mengidap kanker sel darah putih alias leukemia. Sel kanker itu terus-menerus menggerogoti tubuhnya hingga menyebabkan koma. Rahmat pun diboyong ke RS Dharmais, Jakarta Barat. Hasil pemeriksaan menunjukkan, kadar leukosit mencapai 12.400/µl, normal 5.000-10.000/µl. Dokter menyarankan agar Rahmat menjalani kemoterapi.

Namun, kemoterapi justru membuat kondisi tubuh Rahmat makin memburuk. Bobot tubuh yang semula mencapai 60 kg, anjlok menjadi 36 kg. 'Rambut saya juga rontok,' katanya. Pada saat itulah salah seorang anggota keluarga menawarkan suplemen SOD.

SOD dikonsumsi berdampingan dengan kemoterapi berdosis 3 kali sehari masing-masing 1 sachet. Suplemen dikonsumsi sejam setelah mengkonsumsi obat-obatan terapi agar efek masing-masing tidak saling menetralkan. Dua pekan mengkonsumsi, kondisi tubuh Rahmat mulai membaik. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan, kadar leukosit kembali normal, 7.300/µl. Bahkan, tiga bulan berselang, efek buruk kemoterapi benar-benar sirna. Tubuh yang semula hanya tulang berbalut kulit itu mulai pulih. Dengan tinggi tubuh 155 cm, kini bobotnya mencapai 55 kg. 'Rambut saya juga tidak rontok lagi,' ujarnya.

Radikal bebas

Diabetes dan kanker salah satu dari sekian banyak penyakit akibat gempuran radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul oksigen yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif. Menurut Yukie Niwa MD PhD, ahli immunologi di Jepang, dalam bukunya Free Radicals Invite Death, sifat radikal bebas yang mudah bereaksi sebetulnya diperlukan tubuh untuk mengikat benda asing seperti bakteri, lalu menghancurkannya.

Kadar radikal bebas dalam tubuh terus meningkat seiring bertambahnya jumlah radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. Polusi udara dan rokok salah satu sumber utama zat berbahaya itu. Ketika jumlahnya melebihi kebutuhan tubuh, radikal bebas tak hanya menyerang bakteri dan benda asing lainnya, tetapi juga merusak sel-sel tubuh. Salah satunya sel pankreas sehingga menyebabkan produksi insulin terhambat. Akibatnya, kadar gula darah melambung. Radikal bebas juga menyebabkan kelainan pada sel-sel tubuh sehingga sel berkembang tak terkendali dan muncullah tumor dan kanker.

Tatkala radikal bebas merajalela di dalam tubuh, sejumlah enzim seperti superoksid dismutase (SOD), katalase, dan glutathione peroxidase (GSH-Px), bahu-membahu menghalau perusak sel tubuh. Sayang, jumlah ketiga enzim itu terus berkurang seiring bertambahnya usia. Sedangkan radikal bebas terus-menerus menumpuk di dalam tubuh. Saat itulah tubuh memerlukan antioksidan. Antioksidan menyumbang elektron agar berpasangan dengan radikal bebas sehingga tak lagi mengancam sel-sel jaringan tubuh.

Menurut Niwa, tak semua antioksidan dapat diserap tubuh. Salah satunya jenis-jenis antioksidan yang berbobot molekul rendah seperti vitamin A dan E. Meski keduanya mudah dicerna, reseptor sel pada jaringan tubuh adakalanya tak mengenali antioksidan itu.

Pasalnya, kedua vitamin itu tidak diselimuti lemak sehingga tidak dapat menembus membran lemak pada dinding sel. Akibatnya, jumlah antioksidan yang diserap sangat minim, 20-30% dari total konsumsi. Apalagi bila antioksidan masih terikat dengan senyawa kompleks dalam buah atau sayuran segar. Tubuh mesti bekerja keras memilah-milah hingga akhirnya antioksidan terurai lalu dicerna.

Induksi insulin

Dr Ir M. Ahkam Subroto, MAppSc, peneliti utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LIPI, menuturkan, konsumsi vitamin A dan E akan lebih efektif bila dikonsumsi bersama lemak. 'Oleh sebab itu, konsumsi lemak sebetulnya diperlukan tubuh. Asalkan tidak terlalu berlebihan. Maksimal 2% per hari,' ujarnya.

Permasalahan itulah yang mendorong Niwa untuk meneliti teknologi yang dapat menghasilkan senyawa serupa antioksidan seperti superoksid dismutase (SOD). Setelah melewati penelitian panjang selama lebih dari 15 tahun, mimpi Niwa akhirnya terwujud. Ia berhasil menemukan ramuan berbahan alami yang aktivitas senyawanya mirip SOD dalam tubuh. Senyawa itu diperoleh dari bahan alami seperti kedelai, wijen, gandum, kulit beras, teh hijau, jeruk yuzu, dan jamur koji.

Seluruh bahan dipanaskan dengan sinar infra merah untuk memutus rantai antioksidan yang berikatan dengan elemen lain. Bahan-bahan itu kemudian difermentasi dengan jamur koji Aspergillus oryzae untuk mengaktifkan komponen antioksidan. Tahapan terakhir, antioksidan dilapisi minyak wijen. Tujuannya untuk merekayasa molekul antioksidan agar mirip dengan lemak pada membran sel sehingga mudah diserap sel.

Lalu, bagaimana cara kerja SOD mengatasi kanker dan diabetes? Menurut Ahkam, sifat antioksidan seperti SOD tidak langsung mematikan sel kanker. SOD berfaedah memperbaiki metabolisme tubuh sehingga menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi pertumbuhan sel kanker. Akibatnya, pertumbuhan sel kanker terhenti dan akhirnya mati.

Bagi penderita diabetes, SOD berperan menginduksi insulin sehingga produksinya lebih banyak. SOD juga berfaedah mendongkrak aktivitas insulin menangkap gula sehingga tidak menumpuk di dalam darah. Oleh sebab itulah Surita tetap menjalankan pola hidup sehat agar gula darah tak lagi melambung. (Imam Wiguna/Peliput: Kiki Rizkika)











































































Statistik




Tracked by Histats.com

















Klik: 1058 Kirim-kirim Print version



0 comments:

Post a Comment